materi perkuliahan STAIBN tegal

Tuesday, December 13, 2011

asas-asas kurikulum semester 5


ASAS – ASAS KURIKULUM
I.  Pendahuluan
Salah satu ciri dari pendidikan atau pengajar disekolah, adalah memiliki rancangan atau kurikulum formal dan tertulis yang dilaksanakan secara berencana, sistematis dan lebih didasari. Dengan demikian kurikulum merupakan sarat mutlak bagi pengajaran disekolah yang berarti bahwa kurikulum merupakan bagian dari pengajaran.
Kurikulum dalam arti sempit adalah sebagain kumpulan mata pelajaran atau bahan ajar.  Sedangkan kurikulum dalam arti luas yaitu meliputi semua pengalaman yang diperoleh siswa melalui pengarahan, bimbingan dan tanggung jawab sekolah.
Dalam pengembangan kurikulum banyak hal yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan sebelum mengambil sebuah keputusan. Apapun jenis kurikulum memerlukan asaz-asaz yang harus dipegang. Asaz-asaz tersebut cukup komplek dan tidak jarang pula memiliki hal-hal yang bertentangan, karena memerlukan seleksi.
Kaitannya dengan asaz-asaz kurikulum ada 4 asaz kurikulum dalam pengembangannya.
II.   Permasalahan
Dalam hal ini, maka permasalahan yang kita hadapi adalah bagaimanakah penjabaran / uraian dari keempat asaz pengambangan kurikulum ?
III. Pembahasan
Pengambangan kurikulum pada suatu Negara dengan Negara lain, Negara berkembang (developing countries), Negara terbelakang (underdeveloping countries) dan Negara-negara maju (developing countries) bias dipastikan mempunyai perbedaan-perbedaan, dan mungkin mendasar tetepi tetap ada persamaan-persamaannya.
Berikut ini akan kami uraikan mengenai enpat asas kurikulum diantaranya:
1.       Asas Fisolofis
Filsafat dalam arti sebenarnya adlah cipta akan kebenaran, yang merupakan rangkaian dari dua pengertian, yakni philare (cipta) dan shopia (kebajikan)
Dalam batasan modern, filsafat diartikan sebagai ilmu yang berusaha untuk memahami semua hal yang muncul di dalam keseluruhan lingkup penglaman manusia, yang mana diharapkan agar manusia dapat mengerti dan mempunyai pandangan menyeluruh dan sistematis mengenai alam semesta dan tempat di dalamnya, manusia merupakan bagian dari dunia (Barnadi, 1994:11)
Sebagai induk dari semua pengetahuan (the mother of knowledge), filsafat dapat dirumuskan sebagai kajian tentang
1.       Metafisika, yakni studi tentang hakikatkenyataan atau realitas.
2.       Epistemologi, yakni studi tentang hakikat pengetahuan.
3.       Aksiologi, studi tentang nilai.
4.       Etika yakni studi tentang hakikat kebaikan.
5.       Estetika yakni studi tentang hakikat kebaikan.
6.       Logika yakni studi tentang hakikat penalaran.
Dari beberapa ilmu yang ada diatas, tampaknya filsafat mempunyai jangkauan yang luas. Namun satu hal yang perlu diperhatikan oleh pengembang kurikulum adalah dalam mengembangkan kurikulum, pengembang tidak hanya menonjolkan atau mementingkan filsafat pribadinya, tetapi perlu mempertimbangkan filsafat yang lain diantaranya filsafat Negara, falsafah pendidikan dan staf pengajar atau pendidik (Nasution 1989:14:15).
Asas filosofi yang pada hakikatnya menentukan tujuan umum pendidikan.
2.       Asas sosiologi
Asas sosilogo mempunyai peran penting dalam mengembangkan kurikulum pendidikan pada masyarakat dan bangsa apa saja dimuka bumi ini.
Dari sudut pandang sosiologi system pendidikan sefrta lambang-lambang pendidikan didalamnya dapat dilihat sebagai bahan yang memiliki beragam fungsi bagi kepentingan masyarakat (Nasution, 1989:23:24) yaitu:
a. Mengadakan revisi dan perubahan social.
b.Mempertahankan kebesaran akademis dan kabesaran melaksanakan penelitian ilmiah.
c. Menkung dan turut member kontribusi kepada pembangunan.
Banyak lagi aspek-aspek lain yang turut memberi pengaruh mengenai apa yang harus dimasukkan kedalam kurikulum, yakni yang menjadi kebutuhan masyarakat, antara lain:
a. Interaksi yang komplek antara komponen-komponen social, politik, militer, industry, dan cultural dalam masyarakat.
b.Kekuatan-kekuatan sebagaimana diungkapkan diatas yang dominan dibagian dunia lainnya yang erat hubungannya dengan Negara bersangkutan.
c. Pribadi pimpinan dan tokoh-tokoh yang memegang kekuasaan formal dan informal diberbagai lapisan masyarakat.
Tugas dan tanggung jawab pengembang kurikulum:
a. Mempelajari dan memahami kebutuhan masyarakat sebagaimana dirumuskan dalam undang-undang, peraturan, keputusan pemerintah dan lain-lain.
b.Menganalisis masyarakat dimana sekolah berada.
c. Menganalisis syarat dan tuntutan terhadap tenaga kerja dan
d.Menginterpretasi kebutuhan individu dalam ruang lingkup kepentingan masyarakat.
Menurut Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati (1991:225), kompleknya kehidupan dalam masyarakat disebabkan:
a. Dalam masyarakat terdapat tata kehidupan yang beraneka ragam.
b.Kepentingan antar individu berbada-beda.
c. Masyarakat selalu mengalami perubahan dan perkembangan.
Kurikulum sedapat mungkin dibangun dan dikembangkan dengan tetap merujuk pada asas kemasyarakatan, yang berikut dengan kebutuhan-kebutuhan masyarakat pada zamannya.

3.       Asas Psikologi
Kondisi Psikologi terhadap studi kurikulum memiliki dua hal. Pertama, model konseptual dan informasi akan membantu perencanaan pendidikan. Kedua, berisikan metodologi-metodologi yang dapat diadaptasi untuk penelitian pendidikan (Megging, 1978:29). Pernyataan mengenai pengembangan mata pelajaran, model-model dan metodologi-metodologi adalah bermacam-macam dan informasi sering tidak lengkap dan kontradiksi. Tidak terdapat materi-materi psikologi, ttetapi hanya ada jajaran studi-studi dan teori-teori daripada perbedaan tingkat kecanggihan. Tidak kurang, beberapa bidang telah dikembanhkan secara cukup untuk menawarkan petunjuk-petunjuk kepada pendidik dan perencana kurikulum.
Dalam memilih pengalaman belajar yang akurat psikologi secara umum sangat membantu. Teori-teori belajar, teori kognitif, pengembangan emosional, dinamika group, perbadaan kemampuan individu, kepribadian, model formasi sikap dan perubahan, mengenai motivasi, smuanya merupakan sangan relavan dalam merencanakan pengalaman-pengalaman pendidikan.
Walaupun banyak teori-teori belajar yang menunjukan perbedaan halus antara satu dengan yang lain. Pada pokoknya terdapat lima kelompok teori belajar utama, yakni:
1.       Behaviorisme
Prinsip utama dari pada aliran ini adalah berdasarkan unit belajar. Dalam kondisi kelas, yang dipelopori oleh Pavlov, respon dalam pertanyaan adalah reflektif, yang mana dalam pekerjaan Thorndike dan kemudian skinner, respon-respon tersebut lebih kompleks. Adalah sangat cocok dalam laboratorium untuk mencoba mengisolasi “respon tunggal” (singgel) dan stimulus agar supaya dapat mempelajari hubungan diantara keduanya (meskipun studi-studi semacam ini lebih kompleks dan lebih banyak text book awal yang memmbuat mereka muncul), menggunakan organism yang berkapabilitas tidak kurang dari kapabilitas pendidik, tetapi dalam mengajar pendidik dihadapi dengan sejumlah stimulus dan kompleks, simultan, dan tidak dapat diprediksi.  Sehingga untuk memikirkan sesuatu kondisi sebagai dasar atau basis belajar adalah suatu hal nilai  yang terbatas bagi kita, khususnya ketika kita mempertimbangkan kesadaran pendidik maupun anak didik, pengertian personal dan social, aksi-aksi dan materi-materi. Tetapi, hal itu penting untuk mengingatkan bahwa respon emosional secara mudah dapat dikondisikan. Kesadaran / kondisi (conditioning) dapat membantu kita mengapa seorang anak didik tidak menyukai Arithmatic, jika tidak bagaimana dia akan mengerti hal tersubut.            
Seorang behavioris melihat anak didik sebagai organisme yang merespon terhadap stimulus dari dunia sekitarnya, yang diketahui sebagai S-R atau S-O-R, sebagaimana telah diungkapkan dimuka.
Tokoh utama yang telah menganut teori behaviorisme adalah B.F. Skinner, teorinya berdasarkan pendapat Pavlov, Thorndike, Hull dan Spence. Percobaan Pavlov terhadap kelakuan binatang tersebut telah memotivasi para ahli psikologi ini untuk memformulasikan teori Stimulus-Respons tersebut, yang berbunyi :
Tiap kelakuan spesifik (R) dapat dibangkitkan bila diberikan stimulus yang sepadan (S).
Pavlov mengungkapkan bahwa satu-satunya fungsi otak ialah menghubungkan neuron-neuron untuk membangkitkan refleksi yang membentuk kelakuan tertentu. Hal ini mempunyai arti khusus Stimulus (S) yang berlainan akan memecahkan hubungan neuron (R) yang berbeda pula.
Skinner mengembangkan  teori S-R melalui eksperimen dengan Skinner Box, suatu tempat binatang diajar menarik per (pegas) tertentu sehinnga memperoleh makanan. Jika ditarik per yang salah, maka binatang tersebut tidak memperoleh apa-apa yang hanya menerima geteran listrik yang lunak (reinformcement negatif); dan jika per yang tepat ditarik maka keluarlah makanan sebagai hadiah (reinformcement positif). Ternyata, reinformcemen positif (makanan) member hasil belajar yang lebih baik daripada reinformcemen negative (getaran listrik).
Kebanyakan pendidikan memandang bahwa pendekatan behaviorisme ini hanya sebagai latihan atau Training dan bahan pendidikan dalam arti yang sebenarnya. Kurikulum tertutup dengan merumuskan tujuan secara spesifik (TIK) dan tidak terbuka bagi kreativitas anak didik dan pendidik. Pendekatan ini dianggap hanya cocok untuk mengajarkan fakta dan informasi kognitif taraf rendah selain melatih ketrampilan dan membentuk kebiasaan. Pendidikan ini banyak dilaksanankan di SD dan SMU (Sekolah Menengah Umum). PPSI (Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional) merupakan system yang banyak mengembangkan teori belajar behaviorisme dan juga Ebtanas maupun Sipenmaru (UMPTN).
2.       Psikologi Daya
Pandangan penganut aliran teori Psikologi  daya adalah belajar merupakan mendisiplin dan menguatkan daya-daya mental, terutama daya fikir, melalui latihan mental yang ketat. Dapat dicontohkan jika otak telah dikembangkan melalui studi matematika, bahwa klasik dan humoniora, maka anak didik akan mampu berkar fikiran rasionalnya memudahkan proses belajar tersebut pada bidang studi yanggg lain. Jadi yang menjadi focus utama ialah cara mempelajari materi pelajaran yang sulit, sepreti matematika dan bahasa klasik agar mendisiplin dan mengembangkan proses-proses mental.
Anak didik dilihat sebagai miniatur orang dewasa yang belajar dengan dasar yang sama. Walaupun masih terdapat sekolah-sekolah (baik dasar dan menengah) yang masih menggunakan ilmu jiwa daya tetapi sudah berbentuk modifikasi sebagai dasar proses belajar mengajar, namun aliran psikologi ini sudah jarang dipakai dalam mengorganisasikan atau merencanakan kurikulum. Namun untuk melatih daya-daya mental anak didik (mahasiswa), memang masih ada perguruan tinggi menggunakan hasil karya pemikir terkemuka yang mempunyai nilai intelektual yang tinggi.

3.       Perkembangan Kognitif
Menurut teori ini kematangan mental tumbuh secara bertahap pada anak didik sebagai follow-up interaksinya dengan lingkungan. Anak didik mesti dibimbing dengan teliti, bahan pelajaran yang seimbang dengan tingkat perkembangan kognitifnya, dan perlu didorong agar mereka  maju kearah tingkat selanjutnya.
Piaget, lebih lanjut mengemukakan bahwa proses belajar terjadi bukanlah sebagai hasil pujian dan hukuman, melankan sebagai hasil proses restrukturisasi kognitif atas pengaruh lingkungan eksternal.
Pieget mengungkapkan ada empat tahap pokok dalam perkembangan kognitif-intelektual, yaitu :
a.       Tahap senso-motoris (0-2 tahun)
Bayi mulai mengenal lingkungan sekitarnya dengan alat dirinya (sensoris: penglihatan, pendengaran, penciuman, pengecapan, dan perabaan). Kemempuan motoris (bergerak, merangkak, dan berjalan) bayi ini mengenal berbagai pengaruh lingkungan baru.
b.      Tahap pra-operasional (2-6 tahun)
Lingkungan dikenalnya melalui lambang (warna, bentuk, gambar dan lain-lain). Mulai mengenal dunianya dan orang lain.
c.       Tahap operasional konkrit (6-12 tahun)
Logika mulai berkembang. Kesimpulan yang diambil berdasarkan logika ketimbang dari persepsi sederhana. Masalah sederhana dapat dipecahkan dengan sistematis.
d.      Tahap operasional formal (12 tahun keatas)
Sanggup berfikir abstrak, memecahkan masalah secara formal (tanpa menghadapi objak secara langsung). Alasan atas kejadian-kejadian mulai dicari, mulai membentuk hipotesis dan menguji sesuatu dengan eksperimen dalam proses belajar maupun dalam kehidupan sehari-hari (Helen Bee, 1985:228)
Sementara itu , john dewey mengemukakan tahap-tahap pengmbangan moral, dengan berdasarkan teori J. Piaget, yaitu :
a.       Tahap A Moral
Tidak tahu mana yang benar dan salah, tidak menghiraukan orang lain;
b.      Tahap Konvensional
Menghormati nilai-nilai konvensional yang diperoleh dari orangtua dan masyarakat. Pujian dan hukuman dari orang dewasa direspon sebagai dasar norma moralnya;
c.       Tahap Otonom
Mulai memilih mana yang baik dan yang buruk.

4.       Teori Lapangan (Teori Gestalt)
Kata gestalt tidak sungguh sama dalam Bahasa Inggris. Gestalt mempunyai arti pettern atau configuration. Awalnya, teori persepsi, dikembangkan untuk belajar, khususnya untuk pemecahan masalah (problem solving). Gambaran umumnya adalah bahwa bentuk itu menggambarkan perhatian pada beberapa dari pembawaan lahir (innate), dan mempelajari, pengaturan proses yang kita miliki, ketimbang kondisi-kondisi respon yang bersifat eksternal.
Teori Gestalt atau field theory menggunakan konsep-konsep behaviorisme dan perkembangan kognitif dengan memasukan unsure-unsur O (O = organism individu) didalam rumus S-R menjadi S-O-R.
Teori gestalt sangat mementingkan anak didik dalam proses belajar mengajar. Individu merupakan sentral dalam proses belajar, dan proses belajar bukan sekedar akumulasi ilmu pengetahuan, yakni menambah suatu segmen pengetahuan kepada pengetahuan yang telah ada. Teori gestalt berpendapat bahwa keseluruan lain dan lebih daripada jumlah bagian-bagiannya. Anak tumbuh sebagai keseluruan, sehingga perubahan pada suatu aspek akan mempengaruhi pada pribadi anak secara total.
Penganut teori ini cenderung menganjurkan pendidikan humanistik dengan memupuk konsep diri yang positif pada anak didik, hal ini dikarenakan teori ini sangat mementingkan individu. Konsep diri yang positif akan mempengaruhi yang baik


No comments:

Post a Comment

sisipkan Alamat email anda: