ASAS – ASAS KURIKULUM
I. Pendahuluan
Salah satu ciri dari pendidikan atau pengajar disekolah, adalah
memiliki rancangan atau kurikulum formal dan tertulis yang dilaksanakan secara
berencana, sistematis dan lebih didasari. Dengan demikian kurikulum merupakan sarat
mutlak bagi pengajaran disekolah yang berarti bahwa kurikulum merupakan bagian
dari pengajaran.
Kurikulum dalam arti sempit adalah sebagain kumpulan mata pelajaran
atau bahan ajar. Sedangkan kurikulum
dalam arti luas yaitu meliputi semua pengalaman yang diperoleh siswa melalui
pengarahan, bimbingan dan tanggung jawab sekolah.
Dalam pengembangan kurikulum banyak hal yang harus diperhatikan dan
dipertimbangkan sebelum mengambil sebuah keputusan. Apapun jenis kurikulum
memerlukan asaz-asaz yang harus dipegang. Asaz-asaz tersebut cukup komplek dan
tidak jarang pula memiliki hal-hal yang bertentangan, karena memerlukan
seleksi.
Kaitannya dengan asaz-asaz kurikulum ada 4 asaz kurikulum dalam
pengembangannya.
II. Permasalahan
Dalam hal ini, maka permasalahan yang kita hadapi adalah bagaimanakah
penjabaran / uraian dari keempat asaz pengambangan kurikulum ?
III. Pembahasan
Pengambangan kurikulum pada suatu Negara dengan Negara lain, Negara
berkembang (developing countries), Negara terbelakang (underdeveloping countries)
dan Negara-negara maju (developing countries) bias dipastikan mempunyai
perbedaan-perbedaan, dan mungkin mendasar tetepi tetap ada
persamaan-persamaannya.
Berikut ini
akan kami uraikan mengenai enpat asas kurikulum diantaranya:
1.
Asas Fisolofis
Filsafat dalam arti sebenarnya adlah cipta akan kebenaran, yang
merupakan rangkaian dari dua pengertian, yakni philare (cipta) dan shopia
(kebajikan)
Dalam batasan
modern, filsafat diartikan sebagai ilmu yang berusaha untuk memahami semua hal
yang muncul di dalam keseluruhan lingkup penglaman manusia, yang mana
diharapkan agar manusia dapat mengerti dan mempunyai pandangan menyeluruh dan
sistematis mengenai alam semesta dan tempat di dalamnya, manusia merupakan
bagian dari dunia (Barnadi, 1994:11)
Sebagai induk dari semua
pengetahuan (the mother of knowledge), filsafat dapat dirumuskan sebagai kajian
tentang
1.
Metafisika, yakni studi tentang hakikatkenyataan
atau realitas.
2.
Epistemologi, yakni studi tentang hakikat
pengetahuan.
3.
Aksiologi, studi tentang nilai.
4.
Etika yakni studi tentang hakikat kebaikan.
5.
Estetika yakni studi tentang hakikat kebaikan.
6.
Logika yakni studi tentang hakikat penalaran.
Dari beberapa ilmu yang ada diatas, tampaknya
filsafat mempunyai jangkauan yang luas. Namun satu hal yang perlu diperhatikan
oleh pengembang kurikulum adalah dalam mengembangkan kurikulum, pengembang
tidak hanya menonjolkan atau mementingkan filsafat pribadinya, tetapi perlu
mempertimbangkan filsafat yang lain diantaranya filsafat Negara, falsafah
pendidikan dan staf pengajar atau pendidik (Nasution 1989:14:15).
Asas filosofi yang pada hakikatnya menentukan tujuan
umum pendidikan.
2.
Asas sosiologi
Asas sosilogo mempunyai peran penting dalam mengembangkan kurikulum
pendidikan pada masyarakat dan bangsa apa saja dimuka bumi ini.
Dari sudut
pandang sosiologi system pendidikan sefrta lambang-lambang pendidikan
didalamnya dapat dilihat sebagai bahan yang memiliki beragam fungsi bagi
kepentingan masyarakat (Nasution, 1989:23:24) yaitu:
a. Mengadakan
revisi dan perubahan social.
b.Mempertahankan kebesaran
akademis dan kabesaran melaksanakan penelitian ilmiah.
c. Menkung
dan turut member kontribusi kepada pembangunan.
Banyak lagi aspek-aspek lain yang turut memberi pengaruh mengenai apa
yang harus dimasukkan kedalam kurikulum, yakni yang menjadi kebutuhan
masyarakat, antara lain:
a. Interaksi
yang komplek antara komponen-komponen social, politik, militer, industry, dan
cultural dalam masyarakat.
b.Kekuatan-kekuatan sebagaimana
diungkapkan diatas yang dominan dibagian dunia lainnya yang erat hubungannya
dengan Negara bersangkutan.
c. Pribadi
pimpinan dan tokoh-tokoh yang memegang kekuasaan formal dan informal diberbagai
lapisan masyarakat.
Tugas dan
tanggung jawab pengembang kurikulum:
a. Mempelajari
dan memahami kebutuhan masyarakat sebagaimana dirumuskan dalam undang-undang,
peraturan, keputusan pemerintah dan lain-lain.
b.Menganalisis masyarakat
dimana sekolah berada.
c. Menganalisis
syarat dan tuntutan terhadap tenaga kerja dan
d.Menginterpretasi kebutuhan
individu dalam ruang lingkup kepentingan masyarakat.
Menurut Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati (1991:225), kompleknya kehidupan
dalam masyarakat disebabkan:
a. Dalam
masyarakat terdapat tata kehidupan yang beraneka ragam.
b.Kepentingan antar individu
berbada-beda.
c. Masyarakat
selalu mengalami perubahan dan perkembangan.
Kurikulum sedapat
mungkin dibangun dan dikembangkan dengan tetap merujuk pada asas
kemasyarakatan, yang berikut dengan kebutuhan-kebutuhan masyarakat pada
zamannya.
3.
Asas Psikologi
Kondisi Psikologi terhadap studi kurikulum memiliki dua hal. Pertama,
model konseptual dan informasi akan membantu perencanaan pendidikan. Kedua,
berisikan metodologi-metodologi yang dapat diadaptasi untuk penelitian
pendidikan (Megging, 1978:29). Pernyataan mengenai pengembangan mata pelajaran,
model-model dan metodologi-metodologi adalah bermacam-macam dan informasi
sering tidak lengkap dan kontradiksi. Tidak terdapat materi-materi psikologi,
ttetapi hanya ada jajaran studi-studi dan teori-teori daripada perbedaan
tingkat kecanggihan. Tidak kurang, beberapa bidang telah dikembanhkan secara
cukup untuk menawarkan petunjuk-petunjuk kepada pendidik dan perencana
kurikulum.
Dalam memilih pengalaman belajar yang akurat psikologi secara umum
sangat membantu. Teori-teori belajar, teori kognitif, pengembangan emosional,
dinamika group, perbadaan kemampuan individu, kepribadian, model formasi sikap
dan perubahan, mengenai motivasi, smuanya merupakan sangan relavan dalam
merencanakan pengalaman-pengalaman pendidikan.
Walaupun banyak teori-teori belajar yang menunjukan perbedaan halus
antara satu dengan yang lain. Pada pokoknya terdapat lima kelompok teori
belajar utama, yakni:
1.
Behaviorisme
Prinsip utama dari
pada aliran ini adalah berdasarkan unit belajar. Dalam kondisi kelas, yang
dipelopori oleh Pavlov, respon dalam pertanyaan adalah reflektif, yang mana
dalam pekerjaan Thorndike dan kemudian skinner, respon-respon tersebut lebih
kompleks. Adalah sangat cocok dalam laboratorium untuk mencoba mengisolasi “respon tunggal” (singgel) dan stimulus
agar supaya dapat mempelajari hubungan diantara keduanya (meskipun studi-studi
semacam ini lebih kompleks dan lebih banyak text
book awal yang memmbuat mereka muncul), menggunakan organism yang
berkapabilitas tidak kurang dari kapabilitas pendidik, tetapi dalam mengajar
pendidik dihadapi dengan sejumlah stimulus dan kompleks, simultan, dan tidak
dapat diprediksi. Sehingga untuk
memikirkan sesuatu kondisi sebagai dasar atau basis belajar adalah suatu hal
nilai yang terbatas bagi kita, khususnya
ketika kita mempertimbangkan kesadaran pendidik maupun anak didik, pengertian
personal dan social, aksi-aksi dan materi-materi. Tetapi, hal itu penting untuk
mengingatkan bahwa respon emosional secara mudah dapat dikondisikan. Kesadaran
/ kondisi (conditioning) dapat membantu kita mengapa seorang anak didik tidak
menyukai Arithmatic, jika tidak bagaimana dia akan mengerti hal tersubut.
Seorang behavioris melihat anak didik sebagai organisme yang merespon
terhadap stimulus dari dunia sekitarnya, yang diketahui sebagai S-R atau S-O-R,
sebagaimana telah diungkapkan dimuka.
Tokoh utama yang telah menganut teori behaviorisme adalah B.F. Skinner,
teorinya berdasarkan pendapat Pavlov, Thorndike, Hull dan Spence. Percobaan
Pavlov terhadap kelakuan binatang tersebut telah memotivasi para ahli psikologi
ini untuk memformulasikan teori Stimulus-Respons tersebut, yang berbunyi :
Tiap kelakuan spesifik (R) dapat dibangkitkan bila diberikan stimulus
yang sepadan (S).
Pavlov mengungkapkan bahwa satu-satunya fungsi otak ialah menghubungkan
neuron-neuron untuk membangkitkan refleksi yang membentuk kelakuan tertentu.
Hal ini mempunyai arti khusus Stimulus (S) yang berlainan akan memecahkan
hubungan neuron (R) yang berbeda pula.
Skinner mengembangkan teori S-R
melalui eksperimen dengan Skinner Box, suatu tempat binatang diajar menarik per
(pegas) tertentu sehinnga memperoleh makanan. Jika ditarik per yang salah, maka
binatang tersebut tidak memperoleh apa-apa yang hanya menerima geteran listrik
yang lunak (reinformcement negatif); dan jika per yang tepat ditarik maka keluarlah
makanan sebagai hadiah (reinformcement positif). Ternyata, reinformcemen
positif (makanan) member hasil belajar yang lebih baik daripada reinformcemen
negative (getaran listrik).
Kebanyakan pendidikan memandang bahwa pendekatan behaviorisme ini hanya
sebagai latihan atau Training dan bahan pendidikan dalam arti yang sebenarnya.
Kurikulum tertutup dengan merumuskan tujuan secara spesifik (TIK) dan tidak
terbuka bagi kreativitas anak didik dan pendidik. Pendekatan ini dianggap hanya
cocok untuk mengajarkan fakta dan informasi kognitif taraf rendah selain
melatih ketrampilan dan membentuk kebiasaan. Pendidikan ini banyak
dilaksanankan di SD dan SMU (Sekolah Menengah Umum). PPSI (Prosedur
Pengembangan Sistem Instruksional) merupakan system yang banyak mengembangkan
teori belajar behaviorisme dan juga Ebtanas maupun Sipenmaru (UMPTN).
2.
Psikologi
Daya
Pandangan penganut
aliran teori Psikologi daya adalah
belajar merupakan mendisiplin dan menguatkan daya-daya mental, terutama daya
fikir, melalui latihan mental yang ketat. Dapat dicontohkan jika otak telah
dikembangkan melalui studi matematika, bahwa klasik dan humoniora, maka anak
didik akan mampu berkar fikiran rasionalnya memudahkan proses belajar tersebut
pada bidang studi yanggg lain. Jadi yang menjadi focus utama ialah cara
mempelajari materi pelajaran yang sulit, sepreti matematika dan bahasa klasik
agar mendisiplin dan mengembangkan proses-proses mental.
Anak didik dilihat
sebagai miniatur orang dewasa yang belajar dengan dasar yang sama. Walaupun masih
terdapat sekolah-sekolah (baik dasar dan menengah) yang masih menggunakan ilmu
jiwa daya tetapi sudah berbentuk modifikasi sebagai dasar proses belajar
mengajar, namun aliran psikologi ini sudah jarang dipakai dalam
mengorganisasikan atau merencanakan kurikulum. Namun untuk melatih daya-daya
mental anak didik (mahasiswa), memang masih ada perguruan tinggi menggunakan
hasil karya pemikir terkemuka yang mempunyai nilai intelektual yang tinggi.
3.
Perkembangan
Kognitif
Menurut teori ini
kematangan mental tumbuh secara bertahap pada anak didik sebagai follow-up
interaksinya dengan lingkungan. Anak didik mesti dibimbing dengan teliti, bahan
pelajaran yang seimbang dengan tingkat perkembangan kognitifnya, dan perlu
didorong agar mereka maju kearah tingkat
selanjutnya.
Piaget, lebih lanjut
mengemukakan bahwa proses belajar terjadi bukanlah sebagai hasil pujian dan
hukuman, melankan sebagai hasil proses restrukturisasi kognitif atas pengaruh
lingkungan eksternal.
Pieget mengungkapkan
ada empat tahap pokok dalam perkembangan kognitif-intelektual, yaitu :
a.
Tahap senso-motoris (0-2 tahun)
Bayi
mulai mengenal lingkungan sekitarnya dengan alat dirinya (sensoris:
penglihatan, pendengaran, penciuman, pengecapan, dan perabaan). Kemempuan
motoris (bergerak, merangkak, dan berjalan) bayi ini mengenal berbagai pengaruh
lingkungan baru.
b.
Tahap pra-operasional (2-6 tahun)
Lingkungan
dikenalnya melalui lambang (warna, bentuk, gambar dan lain-lain). Mulai
mengenal dunianya dan orang lain.
c.
Tahap operasional konkrit (6-12 tahun)
Logika
mulai berkembang. Kesimpulan yang diambil berdasarkan logika ketimbang dari
persepsi sederhana. Masalah sederhana dapat dipecahkan dengan sistematis.
d.
Tahap operasional formal (12 tahun keatas)
Sanggup
berfikir abstrak, memecahkan masalah secara formal (tanpa menghadapi objak
secara langsung). Alasan atas kejadian-kejadian mulai dicari, mulai membentuk
hipotesis dan menguji sesuatu dengan eksperimen dalam proses belajar maupun
dalam kehidupan sehari-hari (Helen Bee, 1985:228)
Sementara itu , john
dewey mengemukakan tahap-tahap pengmbangan moral, dengan berdasarkan teori J.
Piaget, yaitu :
a.
Tahap A Moral
Tidak
tahu mana yang benar dan salah, tidak menghiraukan orang lain;
b.
Tahap Konvensional
Menghormati
nilai-nilai konvensional yang diperoleh dari orangtua dan masyarakat. Pujian
dan hukuman dari orang dewasa direspon sebagai dasar norma moralnya;
c.
Tahap Otonom
Mulai
memilih mana yang baik dan yang buruk.
4.
Teori
Lapangan (Teori Gestalt)
Kata gestalt tidak
sungguh sama dalam Bahasa Inggris. Gestalt mempunyai arti pettern atau
configuration. Awalnya, teori persepsi, dikembangkan untuk belajar, khususnya
untuk pemecahan masalah (problem solving). Gambaran umumnya adalah bahwa bentuk
itu menggambarkan perhatian pada beberapa dari pembawaan lahir (innate), dan
mempelajari, pengaturan proses yang kita miliki, ketimbang kondisi-kondisi
respon yang bersifat eksternal.
Teori Gestalt atau
field theory menggunakan konsep-konsep behaviorisme dan perkembangan kognitif
dengan memasukan unsure-unsur O (O = organism individu) didalam rumus S-R
menjadi S-O-R.
Teori gestalt sangat
mementingkan anak didik dalam proses belajar mengajar. Individu merupakan
sentral dalam proses belajar, dan proses belajar bukan sekedar akumulasi ilmu
pengetahuan, yakni menambah suatu segmen pengetahuan kepada pengetahuan yang
telah ada. Teori gestalt berpendapat bahwa keseluruan lain dan lebih daripada
jumlah bagian-bagiannya. Anak tumbuh sebagai keseluruan, sehingga perubahan pada
suatu aspek akan mempengaruhi pada pribadi anak secara total.
Penganut teori ini
cenderung menganjurkan pendidikan humanistik dengan memupuk konsep diri yang
positif pada anak didik, hal ini dikarenakan teori ini sangat mementingkan
individu. Konsep diri yang positif akan mempengaruhi yang baik
No comments:
Post a Comment
sisipkan Alamat email anda: