inu poncy |
A.
Nafsu Mengajak Kepada Kejahatan
Islam menganggap nafsu itu
sebagai musuh. Allah SWT telah menegaskan yang maksudnya :
"Sesungguhnya nafsu itu sangat
mengajak kepada kejahatan"(QS Yusuf:53)
Nafsu adalah musuh dalam diri.
Bahkan ia sebagian daripada diri manusia. Ia adalah jismul latif (jisim yang tidak dapat
dilihat). Ia sebagian daripada badan tetapi ia perlu dibuang. Jika tidak
dibuang ia musuh, hendak dibuang ia sebagian daripada diri. Oleh karena itu
sangat sulit untuk melawan hawa nafsu. Nafsu adalah jalan atau high way bagi
syaitan. Ini diterangkan oleh hadis Rasulullah SAW yang maksudnya :
"Sesungguhnya syaitan itu
bergerak mengikuti aliran darah, maka persempitkan jalan syaitan melalui lapar
dan dahaga"
Ini menunjukkan syaitan dapat
dilawan dengan melawan hawa nafsu secara mengurangi makan atau berpuasa. Jika
nafsu tidak terdidik, jalan syaitan adalah besar. Sedangkan syaitan itu juga
adalah musuh. Firman Allah yang maksudnya :
Penegasan tentang syaitan
sebagai musuh hanya sekali berbanding dengan tiga kali pada nafsu. Ini
menunjukkan nafsu lebih jahat daripada syaitan. Syaitan dapat lorong (peluang)
yang amat luas untuk merusak manusia jika nafsu tidak terdidik.
Pernah suatu saat ada seorang
sahabat mengadu kepada Rasulullah untuk berpuasa terus menerus, agar dapat
lebih berbakti kepada Allah. Itupun Rasulullah larang karena Baginda juga
berpuasa dan juga berbuka. Rasulullah juga bermasyarakat dan berjuang untuk
menegakkan dunia dan Akhirat. Jadi Rasulullah memberi jalan tengah, bahwa nafsu
ini adalah perlu untuk manusia. Cuma jangan tersalah langkah, ia akan ke
Neraka. Rasulullah bersabda yang maksudnya
"Ada dua lubang yang dapat
menyebabkan seseorang masuk Neraka, yaitu lubang faraj dan lubang mulut, dua
lubang ini juga dapat menyebabkan seseorang masuk Syurga".
Nafsu ini dapat kita jadikan
kuda untuk ke Syurga. Ada sebagian orang bila dengar nafsu, terbayang
perkara-perkara jahat saja. Nafsu itu adakalanya jahat, adakalanya baik. Nafsu
akan jadi baik bila dilatih. Al Imam Al Ghazali mengibaratkan nafsu itu sebagai
anjing, bila dilatih dia akan dapat jadi baik.
Ulamak-ulamak Islam telah
membagikan nafsu kepada 7 peringkat :
- Ammarah
- Lauwamah
- Mulhamah
- Muthmainnah
- Radhiah
- Mardhiah
- Kamilah
B.
Orang
Takwa dapat mengedalikan Amarah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
« مَنْ كَظَمَ غَيْظًا وَهُوَ قَادِرٌ عَلَى أَنْ يُنْفِذَهُ دَعَاهُ
اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ عَلَى رُءُوسِ الْخَلاَئِقِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُخَيِّرَهُ
اللَّهُ مِنَ الْحُورِ مَا شَاءَ »
“Barangsiapa yang menahan kemarahannya padahal dia mampu untuk
melampiaskannya maka Allah Ta’ala akan memanggilnya (membanggakannya)
pada hari kiamat di hadapan semua manusia sampai (kemudian) Allah membiarkannya
memilih bidadari bermata jeli yang disukainya”
Bersamaan dengan itu, sifat
marah merupakan bara api yang dikobarkan oleh setan dalam hati manusia untuk
merusak agama dan diri mereka, karena dengan kemarahan seseorang bisa menjadi
gelap mata sehingga dia bisa melakukan tindakan atau mengucapkan perkataan yang
berakibat buruk bagi diri dan agamanya
Oleh karena itu, hamba-hamba
Allah Ta’ala
yang bertakwa, meskipun mereka tidak luput dari sifat marah, akan tetapi kerena
mereka selalu berusaha melawan keinginan hawa nafsu, maka mereka pun selalu
mampu meredam kemarahan mereka karena Allah Ta’ala.
Allah Ta’ala memuji
mereka dengan sifat ini dalam firman-Nya,
{الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي
السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ
وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ}
“Orang-orang
yang bertakwa adalah mereka yang menafkahkan (harta mereka) baik di waktu
lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya serta
memaafkan (kesalahan) orang lain. Allah menyukai orang-orang yang berbuat
kebajikan” (QS Ali ‘Imran:134).
Sabda
Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam dalam hadits ini:
“…padahal
dia mampu untuk melampiaskannya…”, menunjukkan bahwa menahan kemarahan yang terpuji dalam Islam adalah ketika seseorang mampu
melampiaskan kemarahannya dan dia menahnnya karena Allah Ta’ala
Adapun ketika dia tidak mampu
melampiaskannya, misalnya karena takut kepada orang yang membuatnya marah atau
karena kelemahannya, dan sebab-sebab lainnya, maka dalam keadaan seperti ini
menahan kemarahan tidak terpuji.
Seorang mukmin yang terbiasa
mengendalikan hawa nafsunya, maka dalam semua keadaan dia selalu dapat berkata
dan bertindak dengan benar, karena ucapan dan perbuatannya tidak dipengaruhi
oleh hawa nafsunya.
Marah yang terpuji
Ummul mukminin ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha
berkata, “Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam tidak pernah marah karena (urusan) diri pribadi
beliau, kecuali jika dilanggar batasan syariat Allah, maka beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam
akan marah dengan pelanggaran tersebut karena Allah”
Inilah marah yang terpuji dalam
Islam, marah karena Allah Ta’ala,
yaitu marah dan tidak ridha ketika perintah dan larangan Allah Ta’ala dilanggar
oleh manusia.
Inilah akhlak mulia Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
yang selalu ridha dengan apa yang Allah ridhai dalam al-Qur’an dan benci/marah
dengan apa yang dicela oleh Allah Ta’ala
dalam al-Qur’an[26]
‘Aisyah berkata: “Sungguh
akhlak Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam adalah al-Qur’an”[27]. Dalam riwayat lain ada
tambahan: “…Beliau marah/benci terhadap apa yang dibenci dalam al-Qur’an dan
ridha dengan apa yang dipuji dalam al-Qur’an”[28]
Imam Ibnu Rajab al-Hambali
berkata: “Wajib bagi seorang mukmin untuk menjadikan keinginan nafsunya
terbatas pada apa yang dihalalkan oleh Allah baginya, yang ini bisa termasuk
niat baik yang akan mendapat ganjaran pahala (dari Allah Ta’ala). Dan wajib baginya
untuk menjadikan kemarahannya dalam rangka menolak gangguan dalam agama (yang
dirasakan) oleh dirinya atau orang lain, serta dalam rangka menghukum/mencela
orang-orang yang menentang Allah dan rasul-Nya, sebagaimana firman-Nya:
{قَاتِلُوهُمْ يُعَذِّبْهُمُ اللهُ بِأَيْدِيكُمْ وَيُخْزِهِمْ وَيَنْصُرُكُمْ عَلَيْهِمْ وَيَشْفِ صُدُورَ قَوْمٍ مُؤْمِنِينَ وَيُذْهِبْ غَيْظَ قُلُوبِهِمْ}
“Perangilah mereka, niscaya
Allah akan menyiksa mereka dengan (perantaraan) tangan-tanganmu dan Allah akan
menghinakan mereka dan menolong kamu terhadap mereka, serta melegakan hati
orang-orang yang beriman. Dan menghilangkan kemarahan orang-orang yang beriman”
(QS
at-Taubah: 14-15)”.
C. Beberapa
Cara Meredam Kemarahan
Petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mengatasi
kemarahan ketika muncul pemicunya
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
senantiasa memberi petunjuk kepada orang yang sedang marah untuk melakukan
sebab-sebab yang bisa meredakan kemarahan dan menahannya dengan izin Allah Ta’ala[17], di
antaranya:
1.
Berlindung
kepada Allah Ta’ala
dari godaan setan
Dari Sulaiman bin Shurad beliau
berkata: “(Ketika) aku sedang duduk bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
ada dua orang laki-laki yang sedang (bertengkar dan) saling mencela, salah
seorang dari keduanya telah memerah wajahnya dan mengembang urat lehernya. Maka
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sesungguhnya aku mengetahui satu kalimat yang seandainya
dia mengucapkannya maka niscaya akan hilang kemarahan yang dirasakannya.
Seandainya dia mengatakan: “Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang
terkutuk”, maka akan hilang kemarahan yang dirasakannya”
2.
Diam
(tidak berbicara),
agar terhindar dari
ucapan-ucapan buruk yang sering timbul ketika orang sedang marah. Dari
‘Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu
‘anhuma bahwa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
“Jika
salah seorang dari kalian marah maka hendaknya dia diam”
3.
Duduk
atau berbaring,
agar kemarahan tertahan dalam
dirinya dan akibat buruknya tidak sampai kepada orang lain. Dari Abu Dzar
al-Gifari bahwa Rasulullahshallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
“Jika salah seorang dari kalian marah dalam
keadaan berdiri maka hendaknya dia duduk, kalau kemarahannya belum hilang maka
hendaknya dia berbaring”
Di samping itu, yang paling
utama dalam hal ini adalah usaha untuk menundukkan dan mengendalikan diri
ketika sedang marah, yang ini akan menutup jalan-jalan setan yang ingin menjerumuskan
manusia ke dalam jurang keburukan dan kebinasaan[23] Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّمَا يَأْمُرُكُمْ بِالسُّوءِ وَالْفَحْشَاءِ وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُون}
“Sesungguhnya syaithan itu hanya
menyuruh kamu berbuat buruk (semua maksiat) dan keji, dan mengatakan tentang
Allah apa yang tidak kamu ketahui” (QS al-Baqarah:169).
Suatu hari, Khalifah yang
mulia, ‘Umar bin ‘Abdil ‘Aziz marah, maka putranya (yang bernama) ‘Abdul Malik
berkata kepadanya: Engkau wahai Amirul mukminin, dengan karunia dan keutamaan
yang Allah berikan kepadamu, engkau marah seperti ini? Maka ‘Umar bin ‘Abdil
‘Aziz berkata: Apakah kamu tidak pernah marah, wahai ‘Abdul Malik? Lalu ‘Abdul
Malik menjawab: Tidak ada gunanya bagiku lapangnya perutku (dadaku) kalau tidak
aku (gunakan untuk) menahan kemarahanku di dalamnya supaya tidak tampak
(sehingga tidak mengakibatkan keburukan)
No comments:
Post a Comment
sisipkan Alamat email anda: